Asal Usul Minahasa
Minahasa berasal dari kata
MINAESA yang berarti persatuan, yang mana zaman dahulu Minahasa dikenal dengan nama
MALESUNG.
Menurut penyelidikan dari Wilken dan Graafland bahwa pemukiman nenek
moyang orang Minahasa dahulunya di sekitar pegununggan Wulur Mahatus,
kemudian berkembang dan berpindah ke Mieutakan (daerah sekitar tompaso
baru saat ini).
Orang minahasa yang dikenal dengan keturunan Toar Lumimuut pada waktu itu dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu :
- Makarua Siow : para pengatur Ibadah dan Adat
- Makatelu Pitu : yang mengatur pemerintahan
- Pasiowan Telu : Rakyat
Berdasarkan penyelidikan Dr. J.P.G. Riedel, sekitar tahun 670 di
Minahasa telah terjadi suatu musyawarah di watu Pinawetengan yang
dimaksud untuk menegakkan adat istiadat serta pembagian wilayah
Minahasa. Pembagian wilayah minahasa tersebut dibagi dalam beberapa anak
suku, yaitu:
- Anak suku Tontewoh (Tonsea) : wilayahnya ke timur laut
- Anak suku Tombulu : wilayahnya menuju utara
- Anak suku Toulour : menuju timur (atep)
- Anak suku Tompekawa : ke barat laut, menempati sebelah timur tombasian besar
Pada saat itu belum semua daratan minahasa ditempati, baru sampai di
garisan Sungai Ranoyapo, Gunung Soputan, Gunung Kawatak, Sungai Rumbia.
nanti setelah permulaan abad XV dengan semakin berkembangnya keturunan
Toar Lumimuut, dan terjadinya perang dengan Bolaang Mongondow, maka
penyebaran penduduk makin meluas keseluruh daerah minahasa. hal ini
sejalan dengan perkembangan anak suku sepert anak suku Tonsea, Tombulu,
Toulour, Tountemboan, Tonsawang, Ponosakan dan bantik.
Di Minahasa sejak dahulu tidak mengenal adanya pemerintahan yang diperintah oleh raja. Yang ada adalah:
- Walian :Pemimpin agama / adat serta dukun
- Tonaas : Orang keras, yang ahli dibidang pertanian, kewanuaan, mereka yang dipilih menjadi kepala walak
- Teterusan : Panglima perang
- Potuasan : Penasehat
Dengan lembaran Negara Nomor 64 Tahun 1919, minahasa di jadikan
daerah otonom. Pada saat itu minahasa terbagi dalam 16 distrik : distrik
tonsea, manado, bantik, maumbi, tondano, touliang, tomohon, sarongsong,
tombariri, sonder, kawangkoan, rumoong, tombasian, pineleng, tonsawang,
dan tompaso. Tahun 1925, 16 distrik tersebut dirubah menjadi 6 distrik
yaitu distrik manado, tonsea, tomohon, kawangkoan, ratahan, dan amurang.
Sejalan dengan perkembangan otonomi maka tahun 1919, kota Manado yang
berada di tanah Minahasa, diberikan pula otonom menjadi Wilayah Kota
manado. Kemudian karena kemajuan yang semakin cepat, maka status
kecamatan Bitung, berdasarkan Peraturan pemerintah nomor 4 Yahun 1975
Tanggal 10 April 1975 telah ditetapkan menjadi Kota Administratif
Bitung, dan selanjutnya pada tahun 1982 ditetapkan menjadi Kota Bitung.
Dalam rangka untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam
rentang kendali penyelenggaraan tugas pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan serta pembinaan dan pelayanan masyarakat usulan pembentukan
kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon diproses bersama-sama dengan
25 calon Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia, dan setelah melalui proses
persetujuan DPR-RI, maka Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon
ditetapkan menjadi Kabupaten dan Kota Otonom di Indonesia melalui UU
Nomor 10 tahun 2003 tertanggal 25 Pebruari 2003. Pada tanggal 21
Nopember 2003 dengan UU Nomor 33 Tahun 2003 , Kabupaten Minahasa Utara
ditetapkan menjadi daerah otonom yang baru. Kab. Minahasa Selatan pada
tanggal 23 Mei 2007 juga telah memekarkan Kabupaten Minahasa Tenggara.
Dengan adanya Pemekaran tersebut maka wilayah Minahasa menjadi 4
(empat) Kabupaten (Kabupaten Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Utara,
Minahasa Tenggara) dan 3 (tiga) Kota (Kota Manado, Bitung dan Tomohon).
1. Waruga di Minahasa
2. Patung Sarapung - Korengkeng (Tondano)
3. Cakalele Minahasa
4. Tou Minahasa
5. Kabasaran
6. Patung Toar - Lumimuut (Bukit Kasih)
7. Watu Pinawetengan
8. Mantang Presiden Soekarno saat Mengunjungi Gereja Sion Tomohon
9. Tondano Tempoe Doloe